“Makasih, Ai”
Aine berjalan mendekati Gyan yang sedang menenggelamkan wajah di atas kedua tangannya. Tangan Aine terulur perlahan, menepuk pelan lengan Gyan sambil memanggilnya pelan, “Kak Gyan”
Gyan mengangkat wajahnya, pandangannya langsung tertuju pada Aine yang sudah berdiri di dekatnya. “Eh, udah dateng ternyata. Duduk” ucap Gyan, tangannya mengisyaratkan Aine untuk duduk di depannya.
Dengan cepat Aine mendudukkan dirinya di kursi, lalu ia buru-buru mengambil kertas yang ada di dalam tasnya. “Ini kak formulirnya udah diisi”
Gyan mengambil kertas yang disodorkan oleh Aine, membacanya sekilas lalu mengangguk. “Latihannya dimulai minggu besok setiap hari kamis, temennya gak dateng kesini?”
“Oke kak. Iya, temenku ada urusan lain jadi gak bisa dateng” Aine memainkan jari-jarinya, sedikit merasa tidak nyaman hanya berduaan dengan Gyan.
“Gak pesen minum, Ai? Gue mau pesen lagi, mau nitip?” Gyan perlahan bangkit dari duduknya. Matanya menatap mata Aine menunggu jawaban.
“Eh, gak usah kak” tolak Aine, dia benar-benar merasa tidak enak karena kenal dekat dengan Gyan pun tidak. Gyan mengangguk paham dan langsung berjalan menjauh menuju kasir untuk memesan minuman.
Setelah beberapa menit, Gyan balik membawa dua minuman, Aine yang melihatnya merasa bingung dan penasaran.
“Gue gak tau lo sukanya rasa apa, jadi gue beliin susu strawberry aja” Gyan menaruh gelas berisi susu strawberry di depan Aine.
“Ya ampun kak, padahal gapapa gak usah. Tapi makasih ya, aku suka banget rasa strawberry kok” Gyan tersenyum tipis mendengar jawaban Aine.
“Ai, menurut lo kalau udah lelah dan mau udahin semuanya tapi ngerasa ragu karena masih ada rasa sayang, baiknya gimana?” pertanyaan Gyan yang terdengar cukup serius membuat Aine langsung berhenti meminum susu strawberrynya.
“Eh? Hmm, jujur aku sendiri gak tau apa yang terjadi di dalam hubungan kak Gyan sama pacarnya, tapi kalau udah masuk ke fase lelah dan ngerasa gak ada solusi lain selain putus mungkin emang itu satu-satunya jalan. Kalau prihal masih sayang, itu emang perasaan yang wajar menurutku, namanya juga kakak pacaran dan setiap hari selalu sama dia. Mungkin kakak takut dan gak siap sendirian mangkanya ragu buat putus. Atau mungkin juga karena kakak masih sayang atau cinta mangkanya muncul harapan bahwa suatu saat dia bakalan berubah jadi yang kak Gyan inginkan, tapi nyatanya selalu gak sesuai harapan dan itu berulang terus menerus. Sekarang aku saranin pikirin minimal sekali lagi, karena yang ngerasain kan kak Gyan, kakak juga udah dewasa pasti tau yang terbaik buat diri sendiri” Aine mengakhiri kata-katanya dengan senyuman terbaik, berharap apa yang dikatakannya dapat membantu meringankan beban laki-laki di depannya yang sejak tadi terlihat sedang menghadapi masalah yang cukup serius.
“Makasih, Ai. Sarannya bakalan gue coba dan renungin. Aneh banget ya tiba-tiba gue nanya gitu, habisnya bingung nanya siapa akhir-akhir ini” Gyan menggaruk tengkuknya yang tidak gatal.
“Kenapa gak coba tanya kak Sultan? Dia kan kalau urusan cinta menurutku jago” Aine terkekeh pelan mengingat dulu Sultan sering main ke rumah dia hanya untuk membicarakan pacarnya. Ralat, sekarang sudah jadi mantan.
“Sultan? Iya sih, cuman dia sering susah diajak ketemuan. Alasannya kan karena lo” ucap Gyan dengan telunjuknya yang mengarah ke Aine.
“Eh? Aku?” Aine mengerutkan keningnya, cukup bingung dengan perkataan Gyan.
“Iya, dia kan sering banget ngikutin lo kemana-mana. Gue sering liat dia update instagram story dan isinya lo, Ai”
Dan lagi Aine mengerutkan keningnya, lalu dia teringat ternyata memang Sultan sesering itu bersamanya. “Ah, bener juga” jawab Aine lalu tertawa pelan, namun tawanya terhenti saat ponselnya berdering. “Sebentar ya kak, ini yang diomongin muncul” Gyan terkekeh mendengarnya dan mengangguk mempersilahkan Aine untuk menjawab panggilan tersebut.
“Iya kak, kenapa? Aku lagi di kafe. Iya boleh kesini aja. Oke kak, ditunggu!” Aine mengakhiri panggilan. Menaruh ponselnya kembali ke atas meja. “Kak Sultan baru kelar kelas katanya, aku disuruh pulang bareng mumpung masih di sekitar kampus, gapapa kan ya dia kesini?” Aine menatap wajah Gyan ragu.
Gyan mengangguk sekali, “Iya, santai aja”
Tanpa menunggu lama, Sultan sudah berdiri tepat di belakang kursi Aine, tangannya dengan jahil mencolek pipi Aine.
“Ih, kak Sultan apaan sih” Aine menunjukkan eksresi kesalnya dan hanya dibalas dengan tawa oleh Sultan.
“Oi, Gyan” Sapa Sultan kepada Gyan, yang disapa melambaikan tangannya sekali. “Gy, ini udah kelar kan ngobrolnya? Gue mau culik Aine dulu”
Gyan mengangguk, “Iya udah, gih sana pergi”
Sultan mengacungkan jempolnya sebagai jawaban dan langsung mengambil tas Aine juga menarik tangan Aine untuk menuntunnya keluar kafe. Aine menurut, seperti biasa. Mereka berdua berjalan menuju parkiran motor di kampus. Sultan tiba-tiba berhenti dan menghadapkan badannya ke arah Aine. Ekspresinya menjadi sangat serius.
“Ngumpulin formulir kenapa harus berduaan di kafe sih, Ai?” nada bicara Sultan terdengar sedikit emosi. Belum sempat Aine menjawab, Sultan kembali membuka suara. “Maaf, bukannya kakak ngatur, tapi Gyan tuh cukup terkenal di kampus, dia juga sekarang ada pacar, kalau kamu dikira macem-macem misalkan selingkuhannya gimana?” Sultan mengusap wajahnya kasar. “Udah, gak usah dibahas sekarang. Udah sore kita pulang. Kalau ada apa-apa hubungin kakak”
Aine sejak tadi hanya diam mematung mencerna kata demi kata yang diucapkan Sultan. Di atas motor pun tidak ada yang membuka suara, mereka berdua larut dalam pikiran masing-masing.
“Makasih kak” ucap Aine setelah turun dari motor dan menyodorkan helm yang ia pakai kepada Sultan. Sultan mengangguk lalu mengambil helm dari tangan Aine. Setelahnya semua kembali hening, mereka berdua masuk ke dalam rumah masing-masing.